Tulisan awal

“Ada yang salah dengan pengertian klenik, pembicaraan mengenai barang tak terlihat, semacam setan yang dedel duel pakaiannya, atau genderuwo yang gak pernah sekalipun mampir ke barber shop, sekedar potong kumis kek, potong bulu kaki kek, duile...mereka benda ghaib coi, Eh dibicarakan pula secara sembunyi-sembunyi, hingga meloncat ke bahasan dupa, keris, ujung tombak, Empu Gandring lah, Empu Gondrong lah, oalah...manusia Jawa yang mbingungi tenan. Tapi benarkah begitu (sesekali melirik ke kanan kiri seperti mencari narasumber), Ya  wis piye Bung Tommy, bantu saja memulai acara ini” Kata Sang Moderator yang sedemikian seksi jika bicara, dimana semakin nglantur terlihat keberanian untuk berpendapat dan berpijak

“Huaduh, ketiban sampur iki daku, kakuati, seingat saya sewaktu Stupa#2 di rumah Mas Leo, tema mengarah ke barang antik, lha kok sekarang lebih berpijak ke dimensi klenik, tapi oke tak apalah, semoga narasumber yang lain kan segera datang, sehingga kita akan tercerahkan!” jawab sekenaku

Beberapa teman pun cengengesan, sembari menyedot rokok dan menghembuskannya bulat penuh untuk kemudian ditiupkannya serupa panah cupid. Mak bullll. Barangkali ini sebentuk sikap untuk ndhelik agar tak ditunjuk, atau malah  serupa interpretasi Heidegger mengenai Der Wille zur Macht, bahwa apa yang paling penting adalah bukan apa yang dikatakan tetapi makna apa yang tidak dikatakan. sementara dari arah area parkir pemudi IPPNU Jurang berdatangan. The Show Must Go On, ra ketang ketar-ketir yang lama-lama bisa jadi kenthir, Oalah beibeh....

“Tidak mengapa bung, mengisi waktu yang ada dengan obrolan ngalor ngidul saja, setau dirimu, sejauh dari daya amatmu” Desak Mas Farid Ngimbohi
“Ehm...baik, akan saya mulai dengan definisi klenik dan ghaib dulu saja, bahwasanya klenik menurut saya adalah pembicaraan tentang sesuatu yang tersembunyi atau dirahasiakan untuk umum, jadi bersifat glenak-glenik, sementara definisi ghaib adalah sesuatu wujud benda, ee..saya mengumpamakan uang kertas lima ribu yang ada di saku baju saya, ee...barangkali teman-teman tidak tahu bahwa di dalam saku saya ada uang itu, ee...ya, karena lembar uang itu tertutup oleh kain, tapi hal itu bukan berarti uangnya tidak ada, tapi....eeee...ya karena pandangan kita yang terhalang saja, benar, Jin-setan-prayangan belum bisa kita lihat, namun jika kita memiliki ilmu tertentu, penampakannya akan terinderai!” Jawabku yang rasanya terlalu banyak menggunakan kata eee...(malah mirip Pak Moerdiono, yah?) Oalah beibeh..

“Nah, itu Mbah Kamdi rawuh, mangga Mbah silakan penuhi kami dengan pengalaman sampeyan! Kata Bro MC mengagetkan kami.
Di hadapan kami, sesosok pria berumur kutang lebih enampuluhan, berkemeja batik, memakai iket wulung serta celana hitam komprang, sungguh sebuah tampilan nggegirisi. Lengkap dengan udud klobot berpipa gading mamoth tua. Ceilaaa..

“Mangga, Mbah Kamdi!” sapa saya berusaha ramah bercampur segan.

Ya, pada diri Mbah Kamdi, kami berharap penuh, biar susah sungguh mengingat kau penuh seluruh....Oh tahu bulat 





0 komentar:

Post a Comment

 
Top