Bermula

“Banyak peristiwa bermula di abad 18-an, Le, dimana peperangan Jawa membuat kocar-kacir, bukan hanya VOC namun kas Walanda, maka sejak itu diubahlah strategi penjajahan, kalau dulu, cukup kepala/pimpinan atau pusat kota yang dikuasai, namun paska ditangkapnya Diponegara melalui gerak diplomasi palsu tidaklah membuat masyarakat padam dalam melakukan perlawanan. Sahabat dan pasukan Diponegara bergerak masuk ke tengah masyakarakat dan mendirikan pondok-pondok pesantren, dengan sesekali melakukan peperangan tentu saja masih menggunakan taktik gerilya. Setelah dikaji, diteliti, kemudian diputuskan bahwasanya kumpulan ekstremis itu berani karena masih memiliki piandel, berupa pusaka yang disengkelitkan. Maka dihembuskanlah tema-tema jin-setan-prayangan yang menghuni pusaka tersebut. Gayung bersambut keadaan dunia sedang getol-getolnya kembali ke Islam yang kaffah, murni Quran dan Hadist. Bukankah gelombang angkernya keris dan pusaka itu masih terdengar hingga sekarang, film dan sinetron yang berkaitan dengan keris acapkali disertai dengan berbahayanya benda itu? Hingga masyarakat Nusantara khususnya Jawa sedikit antipati bukan? Oh...betapa” Ucap Mbah Kamdi sembari menyulut kembali rokoknya yang padam

Usturroid nampak menyemak pembicaraan beliau, sesekali Mas Leo Katarsis menyelonjorkan kakinya yang masih kaku sebab luka atau barangkali gringgingen. Sementara para seniman kudus lainnya, semakin antusias

Padahal apasih tujuan pembuatan keris itu? Benar bahwasanya keris adalah satu senjata tikam tapi bukankah penggunaannya justeru diakhir peperangan dimana keadaan antara hidup dan mati baru digunakan. Ya, peperangan masyarakat Jawa itu ya menggunakan pedang, tombak ataupun bedil. Kalau keris ya digunakan paling akhir.
“Lalu keris itu dibuat dari apa, Mbah” sela bro Ariz

“Bahan dari pasir besi yang dikumpulkan, Thole, bisa dari pasir besi di daerah Jawa sendiri ataupun didatangkan dari daerah Luwu, maka tidak aneh ada sebutan besi mangangkang, purosani, wesi werani, wesi luwuk dimana campuran pasir besi tersebut pula menentukan maksud pembuatan kerisnya, semisal banyaknya kandungan wesi purosani akan mendatangkan tuah kewibawaan bagi penggunanya. Lalu, pasir besi dari bumi (ibu prtiwi) dicampur dengan kandungan besi dari langit (Bapa akaca) sebagai sebuah pamor. Gurat pamor sendiri mengindikasikan jawaban Tuhan atas laku tirakat dari empu yang membuatnya. Semisal, pamor naga rangsang, blarak sinered, sering digunakan oleh panglima perang sebab menimbulkan perbawa dan daya kewibawaan dan keberanian, atau pamor kenanga ginubah, mayang mekar, banyak digunakan oleh pangeran agar mudah dicintai oleh bawahan ataupun lawan jenisnya. Pamor berupa bunder-bunder digunakan oleh para pedagang, sebab berupa ujud doa agar diluberkan rejekinya, maka penyebutan Udan Mas, Toya Mambeg, Banyu Mili adalah bentuknya, Demikianlah kawicaksanan dari para pendahulumu” lanjut Mbah Kamdi

“Bagaimana tuah itu bisa didapat, sedangkan Panjenengan tadi mengatakan bahwa pusaka itu tidak berisi jin-setan-prayangan, Mbah?” Tanya Kenyol penasaran

Ada segurat rasa kecapekan yang luar biasa dimukanya, barangkali tesis ataupun jurnal yang harus dikerjakannya, belum lagi deadline berbagai pekerjaan lainnya. Oh..





0 komentar:

Post a Comment

 
Top