Reportase Stupa#4 (
Belum genap jam 20.00 WIB, teman-teman sudah berdatangan. Bertempat di rumah Bro Maesah Anggni di Perum Simponi Prambatan Kidul, kami sepakat bertemu merayakan malem Sabtu Pahingan, sekedar melepas penat dengan jagong bareng, ngguyu bareng dan nyeni bareng. Suasana lebar yang lumer. Semacam kenikmatan ice cream magnum dinikmati secara bersamaan dengan suara Louise Amstrong mendendangkan And in a world apart a world where roses bloom and when you speak angels sing from above every day words seems to turn into love songs give your heart and soul to me and life will always be. La vie en rose. Oh betapa...

Berikat memba-memba Rang Madura, Sang MC Stupa#4, Brada Usturroid, membuka acara dengan suara kecil mendesah. Ada sedikit sengau terdengar, menggenapkan dugaan audience bahwa dia adalah anak muda yang terbiasa qiroati ataupun shalawatan. Tak lama berselang, bergumamlah suara doa pembuka menghantar diskusi malam dengan tema Kerbau & Sapi dalam Tinjauan Budaya Kudus. Satu tema yang menggugah dan sedikit berat mengingat minimnya informasi yang terekam dunia maya, atau lintasan silang pendapat. Namun, kami percaya, setidaknya diskusi akan berjalan dengan baik, mengingat tuan rumah adalah sosok meruah literasi serta gaya blusukan tingkat dewa, belum lagi kemampuan lisannya yang memesona serta berkarakter. “Mangga Mas Maesah, sesi pertama ini, Panjenengan mulai dahulu!” Kata MC tanpa babi dan bubu

“Oke, terima kasih, Bung Warih Bayu, Komunitas SwaTantu, serta rekan lainnya yang berkenan hadir. Sungguh ajang semacam ini saya rindukan. Maklum saja, bahkan sebelum tahun 2000-an hal semacam ini kerap saya lakukan, baik secara institusi, intern LSM maupun antar LSM. Mengkaji apa yang butuh dikaji, mempertanyakan apa yang butuh ditanyakan. Meski tak diingkari, masa sekarang, fungsi lembaga tersebut hanya sekedar membahas kegiatan solitik, hingga kadang pembicaraan yang berkenaan dengan budaya, sedikit terabaikan. Tapi tak apalah, sekarang ada Stupa, ta? Yah, meskipun untuk beberapa pertemuan Stupa, saya pribadi belum sempat hadir namun reportasenya sering saya ikuti.

Ehm...berkaitan dengan tema malam ini, saya nyatakan, bahwa (untuk sementara) belum ditemukan insripsi, buku penguat atau sajian yang mengatakan mengapa sapi tidak boleh disembelih di Kudus? Hanya sekedar jagongan dengan Mbah Yai-Mbah Yai sepuh sekitar Menara saja. Ya..masih bersifat folklore, tapi saya tetap berkeyakinan, prasasti, insripsi ataupun catatan itu pasti ada, mengingat Kudus ini terbilang komplt lengkap untuk urusan hal mendasar dan penting. Ini yang mengatakan bukan saya pribadi lhoh, tapi arkeolog maupun para akademisi yang berhubungan sejarah. Bukankah di setiap gapura/ pintu masuk ada tahun pembuatan atau sekedar penanggalan ketika renovasi. Rinci dan detil sekali. Saya kira hanya butuh keseriusan saja untuk meneliti dan mengkaji hal ini. Coba kita bayangkan saja, tiba-tiba terkuak di media massa, penemuan sebuah buku dan catatan dari Sunan Kudus. Lha, ini kan jadi heboh gayeng ta?

Kepala Mas Farid manggut-manggut remang membentuk terkena tempias cahaya. Di lorong, Bung Kenyol asyik masyuk mendengarkan, sembari sesekali menyedot rokok sampul merah yang masih penuh. Sementara aku sendiri, ongak-anguk mencari anak-anak yang kali ini ikut Stupanan. Udara malam, tak menghalangi kami untuk menyimak informasi dari Bro Maesah Anggni. Ya, dari paparannya, jelas, ia sembada & sugih dengan warta budaya sekitar menara...

Bersambung
Sumber poto: Tim Stupa

0 komentar:

Post a Comment

 
Top