Sudah dua menit semenjak Shalawat Asnawiyyah dikumandangkan, ketenangan hati dan pikir masih menghunjam di masing-masing dada kami. Barangkali jika suara feetback mic terdengar ketika di hidupkan, kami masih menghuni di alam surgawi. Berhaha hihi dengan bidadari yang zig-zag menarikan tarian syalala…

“So, sekarang saatnya pendapat SwaTantu nih, ayo…siapa yang mewakilinya, Bung Ommie Kah, ayolah, bagaimana pendapat sampeyan mengenai Gusjigang ini? Sapa Ustur merajuk
Sembari meletakkan gitar gembung, berdehem serta humak-humik sebentar, saya menyapukan arah pandang. Sepertinya kawan-kawan SwaTantu menyilahkan opini saya menjadi wakil mereka…Oh…Tuhan, tolong bantu Baim, ya..

“Begii, menurut pendapat saya, Gusjigang bermula selepas Diponegara ditangkap secara tidak fair oleh penjajah. Belanda menduga dengan ditangkapnya Sang Pemimpin, harapannya akan pudar rasa perlawanan dari kaum santri. Namun rupanya, pendapat mereka kleru. Para sahabat, pengikut serta kaum santri tetap mengadakan perlawanan melalui pondok pesantren maupun sekolahan yang dirintisnya, secara berkesinambungan. Salah satu tokoh yang menjadi kutub saat itu ya Mbah Asnawi. Perlawanan yang digagasnya bukan hanya bersifat fisik saja, namun sebentuk perlawanan berupa wegahnya masuk ke dalam institusi yang ada embel-embelnya Londo, maupun perlawanan bersifat budaya. Jikalau budaya kaum penjajah mengenakan jas maka kaum pribumi mengombinasikan jas dengan sarung, jikalau kaum penjajah mengenakan sepatu, maka pribumi menggunakan sandal, jikalau kaum penjajah ingin menyaingi penggunaan sandal, maka pribumipun mengenakan sandal teklek, bahkan teklek yang berjapit satu.jikalau kaum penjajah mengenakan topi, kaum pribumi menggunakan peci. Intinya ,kaum santri menjadi sosok yang mandiri wegah menyerupai kaum penjajah. Maka, dipilihlah profesi berdagang. Ya, saya sepakat dengan pendapat Mas Leo dimana Gusjigang tersebut adalah istilah santri-sanri sor ringin, tapi juga perlu dipertimbangkan, kala itu, Kudus (Qudsiyyah) menjadi barometer keilmuan, sehingga momentum Gusjigang melekat dan berhulu ledak hingga Indonesia Merdeka Mekaten mas MC” Ujar saya

“ya, saya hampir sepakat dengan pendapatmu terkait dengan sejarah tersebut, Bro, tapi perlu juga dipetakan seperti tawaran awal saya, bahwa ini kudus yang mana? Kudus Sor Ringin ataukah Kudus secara kota administratif? Tentu saja ini dihubungkan dengan jaman kekinian? Apakah semua warga Kudus diharapkan untuk bermental pedagang? Ataukah khususon santri-santri? Bagaimanapun naluri bisnis tersebut akan kalah juga dengan para pengusaha besar, ta?” Sela Gus Mik  

Kembali hening...
jauh di pelataran hati kami masing-masing ada bermacam nyanyian yang senantiasa terus menggema. 
Bersambung

0 komentar:

Post a Comment

 
Top