Malam cepat bergulir. Tak terasa
waktu menunjuk pukul 19.15 menit. Di sebelah kanan, Bro Acik masih
asik menata tikar sambil sesekali membersihkannya. Bro habibi menata bangku bangku
dari kayu, tong bekas maupun bangku plastik. Beberapa pemuda tengah menyiapkan bambu
untuk sekedar penutup jalan. Anas, Hana, Yanu dan Imam, hilir mudik mengambil
beberapa alat musik dari gudang, saron, peking, gong, ketuk kenung maupun alat musik
modern. Beberapa bulir keringat mulai menghangat turun di punggung mereka. Ada banyak
kebanggaan kulihat di raut mukanya. Kebanggaan untuk selalu menyumbangkan ide, tenaga
guna meruahnya makna. Ya..serupa makna pencarian Hansel dan Gretel dongeng di
kotanya
“Lha itu bung Kenyol sudah datang,
Bung! Kata Habibi di sela-sela tiupan stem beberapa alat musik tiupnya. Sempat kulirik
kendaraan yang datang. Segenggam ketenangan menyeruak di hati saya. Entah karena
daya pikat apa, kehadirannya kerap kunantikan. Ah..karibku yang satu itu. Ia menenteng
bungkusan besar kacang tanah untuk disumbangkan pada perjamuan agung ini. Ya..Stupa,
sebuah pertemuan banyak jiwa di hari Sabtu Pahing-an ini. “Gimana Bung, aman
ta? Sapanya sembari senyum memamerkan sederet gigi putihnya.”iya, Bro..tuh
ibuk-ibu PKK menyiapkan kopi serta dan pirantinya, bahkan Citut sudah datang
sedari maghrib!” tukasku. “lha, Mas Dayat mana?” Tanyanya kemudian. “Ituuh,
sedang menyetem, ia takut kalau suara bass miliknya pelan!” jawabku ringan. Lalu
kami terkekeh riang, sementara Mas Farid tengah asyik berkontemplasi menyiapkan
puisi yang rencananya dibacanya nanti, entah mengapa aku tiba-tiba teringat Sein
und Zeit -Martin Heidegger, bahwa rasa peduli (Sorge) adalah hubungan dasariah
antara manusia dengan dunianya. Manusia hidup di dalam dunia yang tak ia pilih.
Mutu hidup manusia ditentukan dari sejauh mana ia mampu mengembangkan rasa
peduli ini dalam hubungannya dengan dunia. Oh…
Kurang lebih jam 19.30, persiapan
Stupa hampir seratus prosen. Lampu, bangku, macam-macam perlengkapan sudah
tertata. Beberapa tamu mulai hadir, Ariz n the gank’s (anak vespa kudus) serta
beberapa seniman muda. Oh..suara langkah kakinya ringan semerdu dan sekhidmad Nina
Simone mendendangkan “I Loves You Porgy” dan,
apakah akan senantiasa senikmat ini? “Hallo kawan!” d ikejauhan keras terdengar
suara berat menyapa. Suara khas yang berasal dari Leo Katarsis -Sang Seniman
dari Uttara. Ku longokkan sambil menderapkan langkah untuk menyambut
kedatangannya. Beliau mengenakan pakaian batik putih yang membuat penampilannya
makin anggun.
“Piye, lancar ta, Bung, mana Miko? Tanyanya sambil menjagangkan
sepeda motornya. Alkhamdulillah, apik mas, mangga pinarak? Jawabku menyambutnya.
Lalu kamipun lebih mendekat Gazebo lokasi Stupa perdana ini. “Maghrib tadi saya
sudah mengonfirmasi kembali beliau, katanya beliau bersedia rawuh, Mas Gun! Jawabku
sambil memanggil dengan nama asli dari seniman kawakan yang masih saja anggun
penampilannya. Suara I Love You, Porgy tiba-tiba mengeras dalam benak
pikirannya saya. Betapa indahnya..
0 komentar:
Post a Comment